Translate

Jumat, 30 Agustus 2013

KONFLIK BATIN TOKOH TEJONINGRAT DALAM NOVEL AMANGKURAT KARYA ARDIAN KRESNA

KONFLIK BATIN TOKOH TEJONINGRAT
DALAM NOVEL AMANGKURAT
KARYA ARDIAN KRESNA

Agung Nugroho Febrianto
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FPBS IKIP PGRI MADIUN
a60n6@hotmail.com

Abstract
This research aim to know how structure covering figure and figure developing novel story of Amangkurat, and also figure mind conflict of Tejoningrat research of art psychology. Used method in the form of descriptive method qualitative. Source of data in this research cover the source of primary data which in the form of novel text of Amangkurat masterpiece of Ardian Kresna. Technique data collecting in the form is bibliography study. Technique analyse data is content analysis. From result of this research, can be concluded that in presenting its figures, author use three way of, that is analytical method, indirect method, and method of kontekstual. Tejoningrat represent especial figure of protagonis, attendance the figure predominate story in novel. After getting figure picture and figure in novel story, the research continued by mind conflict that happened figure of Tejoningrat influenced by factor from within figure him self and also factor from outside figure. Hereinafter analysis is climax and solution of mind conflict with approach of mind function theory, that is (1) Mind as fair judge; (2) Mind as critical pengontrol; and (3) Mind as a means of counsellor.

Keywords: inner conflict, novel Amangkurat, psychology literature

A.    Pendahuluan
Konflik batin termasuk permasalahan kepribadian, konflik batin merupakan suatu perbuatan yang terlalu sering dilakukan yang bertentangan dengan suara batin, di dalam kehidupan yang sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, sehingga di dalamnya akan selalu dirasakan konflik-konflik jiwa (Agus Sujanto dkk, 2006: 12). Konflik batin tersebut yang membawa tokoh Tejoningrat sering berada dalam kebimbangan. Namun bukan berarti dalam novel “Amangkurat” ini tidak terdapat konflik fisik. Peneliti tertarik untuk meneliti konflik batin dikarenakan konflik psikologis tersebut kerap terjadi pada kehidupan nyata dan peneliti memiliki hasrat ingin tahu, apakah penerapan konflik batin pada novel tersebut dapat dianalisis sesuai dengan ilmu psikologi kepribadian.
Novel “Amangkurat” mengisahkan kerajaan dengan berbagai persoalan kehidupan kerajaan Mataram. Dalam novel ini diceritakan mengenai kerajaan Mataram semasa di bawah kepemimpinan raja Amangkurat Agung. Kerajaan mataram sering mendapat permasalahan baik dalam memperebutkan kekuasaan maupun dalam perebutan tahta kerajaan. Darsiti (dalam Purwadi, 2008: 22-23) mengemukakan bahwa Kerajaan Mataram kerap diwarnai oleh sengketa oleh para pangeran, meskipun raja telah menyiapkan pengganti, namun pergantian tahta itu sering berlangsung secara tidak mulus.  Dengan pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa novel “Amangkurat” harus menyuguhkan cerita yang berupa peristiwa sejarah kerajaan Mataram yang kerap diwarnai percekcokan dalam pergantian tahta kerajaan, sehingga novel tersebut dapat dikatakan sebagai fiksi historis.
Novel ini menceritakan perjuangan Tejoningrat dalam mempertahankan jabatan sebagai calon pengganti raja. Tejoningrat mengalami konflik batin dalam mempertahankan posisi tersebut. Tejoningrat mengalami konflik batin atas perlakuan sang ayah, yaitu Raja Amangkurat yang bengis karena gila akan kekuasaan dan wanita. Berbagai konflik jiwa yang dialami seolah tiada pernah henti dan harus segera dihadapi. Banyak pilihan yang ada terkadang malah mencelakainya baik sebagai seorang putra mahkota maupun sebagai seorang manusia. Dengan membaca karya sastra ini maka dapat mengetahui latar belakang sosial, budaya, pandangan hidup dan sebagainya yang tersirat dalam karya sastra tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dan dilandasi oleh keinginan peneliti untuk mengulas konflik batin tokoh Tejoningrat dalam novel “Amangkurat”, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel Amangkurat Karya Ardian Kresna”. Dengan merumuskan permasalahan yang meliputi tokoh dan penokohan, konflik batin tokoh Tejoningrat, serta klimaks dan penyelesaian konflik batin tokoh Tejoningrat. Rumusan masalah tersebut akan merumuskan sebuah jawaban yang menjadi tujuan dari penelitian ini yang berupa mengkaji tokoh dan penokohan untuk mengetahui karakter tokoh-tokoh yang memungkinkan menimbulkan konflik batin sehingga akan ditemukan konflik batin tokoh Tejoningrat dengan berbagai penyebabnya, selanjutnya menentukan klimaks dan penyelesaian konflik batin tokoh Tejoningrat.
B.     Kajian Teori
1.    Novel
a.    Definisi Novel
Novel merupakan cerita menengah yang menggambarkan realitas kehidupan yang masuk akal dengan mengetengahkan tokoh heroik beserta perubahan nasibnya dan terbagi dalam beberapa episode kehidupan (Herman J. Waluyo, 2002: 36-37).
Lebih lanjut Nugraheni Eko Wardani (2009: 15) mengemukakan bahwa novel adalah fiksi yang mengungkapkan cerita tentang kehidupan tokoh dengan problematika dan nilai-nilainya yang mencari nilai otentik dalam dunianya. Novel terdiri dari 50.000 kata atu lebih.
Berdasar pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa novel brupa prosa fiksi yang mengungkapkan situasi serta karakter tokoh secara mendetail serta mengetengahkan beberapa karakter dalam sebuah kehidupan nyata yang bersifat memperluas pengalaman dengan menghadirkan tokoh heroik yang problematik dan tersusun lebih dari 50.000 kata.
b.   Ciri-ciri Novel
Wellek dan Warren (terjemahan Melani Budianta, 1990: 281-283) memberikan ciri novel sebagai berikut: novel menampilkan tokoh yang mengalami kemunduran atau kemajuan karena sebab-sebab tertentu, novel berkembang dari suatu bentuk narasi nonfiksi yang berupa surat, jurnal, biografi, dan sejarah, novel menekankan detil dan bersifat “mimesis” dalam arti yang sempit, novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam, dan novel memiliki tiga unsur pembentuk yang berupa alur, penokohan dan latar.
Lebih lanjut Herman J. Waluyo (2002: 37) memberikan ciri-ciri novel sebagai berikut: adanya perubahan nasib dalam tokoh cerita, novel memiliki beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya, novel tidak menceritakan tokoh utamanya sampai mati, dan dalam novel tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi, dan setting seperti dalam cerita pendek.
Berdasar pendapat beberapa ahli sastra di atas dapat disimpulkan novel memiliki ciri: 1) memiliki unsur pembentuk yang berupa alur, penokohan dan seting; 2) berupa cerita fiksi yang menceritakan keadaan tokoh dalam suatu waktu tertentu; 3) menceritakan satu atau lebih permasalahan dengan penyelesaianya; 4) memiliki episode-episode yang menceritakan kehidupan tokoh utamanya; 5) memiliki realitas kehidupan serta psikologi yang lebih tinggi sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih pula dalam memahami isi cerita.
c.    Jenis-jenis Novel
Burhan Nurgiyantoro (2002: 16-22) mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel popular dan novel serius. Lebih lanjut Stanton (terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, 2007: 116-137) jenis-jenis novel dibedakan menjadi: novel realisme, romantisme, horor (gotik), naturalisme, proletarian, dedaktis, alegori, satir, utopis, ekspresionisme, psikologis, otobiografis, episodis, dan eksistensialis.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa novel memiliki jenis yang berupa novel serius, novel populer, novel realisme, romantisme, horor, naturalisme, proletarian, dedaktis, alegori, satir, utopis, psikologis, otobiografis, episodis, dan eksistensialis.
d.   Unsur Pembangun Novel
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 141-225), unsur pembangun novel meliputi: tema cerita, alur cerita, penokohan (perwatakan), sudut pandang pengarang, setting, adegan, latar belakang, bahasa, dan dialog.
Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2010: 23-320) memberikan pendapat mengenai unsur-unsur novel yang meliputi: unsur intrinsik (tema, cerita, plot, penokohan, pelataran, penyudutpandangan, bahasa, moral) dan unsur ekstrinsik (unsur yang berada di luar karya sastra).
Berdasar pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa unsur pembangun novel meliputi: tema cerita, alur cerita, penokohan (perwatakan), sudut pandang pengarang, setting, adegan, latar belakang, bahasa, dan dialog. Secara global unsur pembangun novel juga dibedakan menjadi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
2.    Psikologi Sastra
a.    Definisi Psikologi sastra
Wellek dan Warren (terjemahan Melani Budianta, 1990: 90-110) mendefinisikan psikologi sastra sebagai studi sastra yang membahas aspek psikologi pengarang, proses kreatif, hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra, serta psikologi pembaca.
Suwardi Endraswara (2008: 4) mengemukakan bahwa bahasa sastra memiliki makna psikis yang dalam, sehingga perlu memahami bahasa estetis untuk mengungkapkan berbagai gejala psikologis di balik gejala bahasa. Hal ini merupakan pengaruh dari aspek estetis dari sastra yang tersusun atas bahasa, sehingga dalam memahami karya sastra diperlukan penghayatan tersendiri untuk memahami bahasa sastra.
Berdasar pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, psikologi sastra merupakan disiplin ilmu psikologi dan sastra yang membahas mengenai ilmu kejiwaan yang digabungkan serta diadaptasikan dengan ilmu sastra.
b.   Aspek-aspek Psikologi Sastra
Albertine Minderop (2011: 59) berpendapat mengenai langkah dan pemahaman teori psikologi sastra. Langkah tersebut mencakup; 1) pemahaman terhadap teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis karya sastra,  2) menentukan karya sastra sebagai objek kemudian menentukan teori psikologi yang relevan, dan 3) secara bersamaan menentukan objek dan teorinya.
Wellek dan Warren (terjemahan Melani Budianta, 1990: 90-110) membagi definisi psikologi sastra menjadi empat pengertian. Pengertian tersebut meliputi studi psikologi pengarang, proses kreatif, hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra, serta psikologi pembaca.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan psikologi sangatlah tepat digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh dalam novel. Pendekatan psikologi digunakan karena konflik batin dalam diri tokoh sangat berhubungan dengan tingkah laku dan kehidupan psikis tokoh.
c.    Konflik Batin
Wellek dan Warren (terjemahan Melani Budianta, 1990: 285) memberikan definisi mengenai konflik, “Konflik adalah sesuatu yang ‘dramatik’, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.”.
Konflik batin merupakan suatu perbuatan yang terlalu sering dilakukan yang bertentangan dengan suara batin, di dalam kehidupan yang sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, sehingga di dalamnya akan selalu dirasakan konflik-konflik jiwa (Agus Sujanto dkk, 2006: 12).
Pernyataan Rohadi Wicaksono (2007:1) yaitu, konflik batin adalah konflik yang terjadi di dalam hati dan disebabkan adanya dua gagasan atau keinginan yang bertentangan menguasai diri individu sehingga mempengaruhi tingkah laku.
Agus Sujanto, dkk (2006: 12-13) berpendapat mengenai fungsi batin sebagai berikut: Batin berfungsi sebagai hakim yang adil apabila didalam kehidupan manusia itu mengalami konflik maka batin akan bertindak tentang sesuatu sehinnga batin akan berperan memberikan keadilan, batin berfungsi sebagai pengontrol yang kritis sehingga manusia harus bertindak menurut batas-batas tertentu, dan batin berfungsi sebagai alat pembimbing pembawa pribadi yang mudah dikenali oleh masyarakat. sebagai pribadi yang bertanggungjawab, disiplin, konsekwen, adil, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atasdapat disimpulkan bahwa konflik batin, yaitu konflik yang disebabkan oleh adanya pertentangan yang terjadi dalam diri tokoh. Pertentangan tersebut terjadi akibat adanya dua gagasan atau lebih, atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga konflik tersebut menimbulkan serta mempengaruhi tingkah laku. Konflik batin dapat diatasi dengan menguatkan tiga fungsi batin.
C.    Metode Penelitian
1.    Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah peneliti, perpustakaan IKIP PGRI Madiun, dan perpustakaan sanggar PBSI karena ditempat-tempat tersebut dirasa paling mendukung untuk meneliti. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2013.
2.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sutopo (2002: 35) menyatakan bahwa dalam mencari pemahaman, penelitian kualitatif cenderung tidak memotong halaman cerita dan data lainnya dengan simbol-simbol angka. Peneliti berusaha menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat.
3.    Sumber Data
Sutopo (2002: 49) menyatakan bahwa sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Sumber data pada penelitian ini yaitu sumber data primer pada penelitian yang berupa teks novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna, yang diterbitkan oleh Diva Press, Yogyakarta, cetakan pertama November 2012 dan tebal 448 halaman. Sumber data sekunder berupa artikel-artikel dan kutipan-kutipan dari buku-buku teori yang mendukung penelitian.
4.    Teknik Pengumpulan Data
Goetz dan LeComte (dalam Sutopo, 2002: 58) mengemukakan bahwa “Sumber data dalam penelitian kualitataif terdiri dari beragam jenis, menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahannya. Strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan noninteraktif.”.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode noninteraktif, yaitu mengkaji dokumen dan arsip. Teknik studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data-data berupa buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan masalah penelitian dengan menggunakan teori-teori sastra yang mencakup unsur intrinsik, serta teori-teori psikologi untuk meneliti unsur ekstrinsiknya.
5.    Prosedur Penelitian
Peneliti melakukan beberapa tahapan penelitian yang meliputi; (1)tahap persiapan dengan mempersiapkan buku-buku dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian,  mengajukan judul atau suatu permasalahan yang akan diteliti kepada dosen pembimbing, dan mengajukan proposal penelitian kepada dosen pembimbing; (2) tahap pelaksanaan dengan mengumpulkan data dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian, serta menganalisis data dengan menggunakan teori pendukung yang digunakan dalam penelitian; (3) tahap penyelesaian dengan membuat simpulan dan menyusun laporan hasil penelitian untuk dijadikan materi ujian skripsi.
6.    Teknik Keabsahan Data
Peneliti mempergunakan teknik trianggulasi teori untuk mendeskripsikan konflik batin tokoh Tejoningrat dalam novel “Amangkurat”. Dengan teknik ini peneliti akan mempergunakan teori analisis novel yang berkenaan dengan tokoh dan penokohan serta teori psikologi untuk meneliti konflik batin tokoh Tejoningrat dalam novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna.
7.    Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Dalam menganalisis isi novel yang berupa teks, maka yang harus dilakukan dalam menganalisis isi tersebut dengan membaca keseluruhan teks novel secara sistematis dan lengkap. Luxemburg, dkk (dalam Suwardi Endraswara, 2008: 74) menyatakan bahwa “Interpretasi adalah proses membaca dan menjelaskan teks yang lebih sistematis dan lengkap.”.
D.    Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.    Hasil Penelitian
a.    Tokoh dan Penokohan dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Tokoh-tokoh dalam cerita novel “Amangkurat” memiliki karakter dan nama yang unik, di mana tokoh-tokoh tersebut diambil dari pelaku sejarah kerajaan Mataram. Baik tokoh utama protagonis maupun tokoh utama antagonis serta tokoh tambahan disajikan dalam cerita novel, tokoh-tokoh tersebut antara lain. Tokoh Tejoningrat memiliki nama lengkap Raden Mas Tejoningrat. Nama lain dari tokoh ini sewaktu menjabat sebagai putra mahkota adalah Raden Mas Adipati Anom. Ardian Kresna (2012: 137) memberikan penokohan pada tokoh Tejoningrat seperti pada kutipan berikut.

“Hati Raden Mas Tejoningrat mulai kuat kembali. Tetapi, dia tak sampai hati untuk mengatakan rahasia yang tersembunyi di dalam hatinya. Bahwa kecemasa itu sesungguhnya berhubungan dengan kedudukan dirinya sebagai putra mahkota. Dia tetap khawatir jika sang ayah murka kemudian berimbas dengan pencabutan gelar yang ingin dipertahankannya. Dia tak ingin dan tak rela jika kedudukan itu beralih tangan kepada saudara-saudara lelakinya yang lain.”

Tokoh Amangkurat hadir dalam cerita novel yang berperan sebagai sebagai raja, tokoh tersebut bergelar Susuhunan Amangkurat Agung. Tokoh Amangkurat memiliki sifat, sikap, dan perilaku yang buruk. Ardian Kresna (2012: 36) mendeskripsikan tokoh Amangkurat melalui dialog Tumenggung Danubaya seperti pada kutipan berikut.
“Sudah menjadi sifat dasar dari Kanjeng Amangkurat Agung yang pemarah, pemberang, dan mudah memberikan hukuman kepada siapa pun yang dianggap bersalah kepadanya. Akupun khawatir dengan keadaan Anakmas Adipati Anom yang menolak keinginan ayahnya tersebut. Oleh karena itu, atas saran Adipati Reksonegoro di Kadipaten Tegal, kami disarankan untuk datang kemari guna meminjam kedua keris pusaka warisan Kesultanan Pajang itu dengan harapan akan dapat menambahakan rasa percaya diri bagi calon pewaris tahta Mataram ini. Kabar yang beredar adalah bahwa siapa yang mengenakan atau memiliki keris pusaka tersebut, sinar kewibawaannya akan bertambah dan orang lain pun menjadi segan dan hormat kepadanya....” Panjang lebar Tumenggung Danubaya menjelaskan kepada tamu yang baru datang itu.

Tokoh yang memegang peran sebagai tokoh tambahasn diantaranya Tumenggung Danubaya, Adipati Purabaya, Istri Adipati Purabaya, Tumenggung Manduroko, Sindurekso, Subajaya, Ki Tunggul Wasesa, Bagus Burhan, Pangeran Purboyo, dan tokoh-tokoh yang lain.
b.   Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Hasil penelitian mengenai konflik batin tokoh Tejoningrat seperti pada kutipan berikut.
“Rombongan dari Mataram ini sebenarnya baru pulang dari Keraton Cirebon.aku sendiri mendapat utusan dan dipercaya oleh Susuhunan Amangkurat Agung sebagai wakil dan orang yang dituakan bagi Anakmas Adipati Anom Mataram ketika menghadap Adipati Kasepuhan Cirebon. Nah, keinginan dari Susuhunan Amangkurat Agung adalah mempertemukan anak sulungnya ini dengan putri Kasepuhan Cirebon dengan harapan akan dapat diperjodohkan dan dapat saling mengikat dalam perkawinan. Dengan hal tersebut, maka hubungan keluarga antara Mataram dan Cirebon akan dapat terjalin kembali dengan baik, bahkan semakin erat lagi.
Namun apa boleh dikata, yang namanya jodoh bukan kita yang menentukan meskipun harus dilakukan dengan paksaan, karena akibatnya tentu tidak akan baik dalam perjalanan perkawinan itu. Setelah Anakmas Adipati Anom Tejoningrat dipertemukan dengan putri Kasepuhan Cirebon yang akan dipertunangkan dengannya itu, rupanya hatinya tak berkenan dan tak ada rasa ketertarikan. Itulah yang menimbulkan masalah bagi Anakmas Adipati Anom Mataram ini. Dan, tentu saja bagi diriku yang dipercaya mewakili kelluarga kerajaan karena dianggap tak berhasil dalam melakukan tugas.
Sudah menjadi sifat dasar dari Kanjeng Amangkurat Agung yang pemarah, pemberang, dan mudah memberikan hukuman kepada siapa pun yang dianggap bersalah kepadanya. Akupun khawatir dengan keadaan Anakmas Adipati Anom yang menolak keinginan ayahnya tersebut. Oleh karena itu, atas saran Adipati Reksonegoro di Kadipaten Tegal, kami disarankan untuk datang kemari guna meminjam kedua keris pusaka warisan Kesultanan Pajang itu dengan harapan akan dapat menambahakan rasa percaya diri bagi calon pewaris tahta Mataram ini. Kabar yang beredar adalah bahwa siapa yang mengenakan atau memiliki keris pusaka tersebut, sinar kewibawaannya akan bertambah dan orang lain pun menjadi segan dan hormat kepadanya....” Panjang lebar Tumenggung Danubaya menjelaskan kepada tamu yang baru datang itu. (Ardian Kresna, 2012: 36-37)

c.    Klimaks dan Penyelesaian Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Klimaks dan penyelesaian merupakan titik puncak dan akhir dari suatu kejadian. Begitu juga dengan klimaks dan penyelesaian konflik batin tokoh Tejoningrat dalan novel “Amangkurat” kutipan berikut.

“Rombongan dari Mataram ini sebenarnya baru pulang dari Keraton Cirebon.aku sendiri mendapat utusan dan dipercaya oleh Susuhunan Amangkurat Agung sebagai wakil dan orang yang dituakan bagi Anakmas Adipati Anom Mataram ketika menghadap Adipati Kasepuhan Cirebon. Nah, keinginan dari Susuhunan Amangkurat Agung adalah mempertemukan anak sulungnya ini dengan putri Kasepuhan Cirebon dengan harapan akan dapat diperjodohkan dan dapat saling mengikat dalam perkawinan. Dengan hal tersebut, maka hubungan keluarga antara Mataram dan Cirebon akan dapat terjalin kembali dengan baik, bahkan semakin erat lagi.
Namun apa boleh dikata, yang namanya jodoh bukan kita yang menentukan meskipun harus dilakukan dengan paksaan, karena akibatnya tentu tidak akan baik dalam perjalanan perkawinan itu. Setelah Anakmas Adipati Anom Tejoningrat dipertemukan dengan putri Kasepuhan Cirebon yang akan dipertunangkan dengannya itu, rupanya hatinya tak berkenan dan tak ada rasa ketertarikan. Itulah yang menimbulkan masalah bagi Anakmas Adipati Anom Mataram ini. Dan, tentu saja bagi diriku yang dipercaya mewakili kelluarga kerajaan karena dianggap tak berhasil dalam melakukan tugas.
Sudah menjadi sifat dasar dari Kanjeng Amangkurat Agung yang pemarah, pemberang, dan mudah memberikan hukuman kepada siapa pun yang dianggap bersalah kepadanya. Akupun khawatir dengan keadaan Anakmas Adipati Anom yang menolak keinginan ayahnya tersebut. Oleh karena itu, atas saran Adipati Reksonegoro di Kadipaten Tegal, kami disarankan untuk datang kemari guna meminjam kedua keris pusaka warisan Kesultanan Pajang itu dengan harapan akan dapat menambahakan rasa percaya diri bagi calon pewaris tahta Mataram ini. Kabar yang beredar adalah bahwa siapa yang mengenakan atau memiliki keris pusaka tersebut, sinar kewibawaannya akan bertambah dan orang lain pun menjadi segan dan hormat kepadanya....” Panjang lebar Tumenggung Danubaya menjelaskan kepada tamu yang baru datang itu (Ardian Kresna, 2012: 36-37).

Klimaks pada konflik batin kutipan tersebut adalah ketakutan tokoh Tejoningrat untuk kembali ke Mataram melaporkan kepada sang ayah dan penolakannya terhadap rencana perjodohan. Dengan keadaan itu, kemudian Tejoningrat mengambil keputusan sebagai bentuk penyelesaian konflik dengan meminjam pusaka warisan kesultanan pajang agar kewibawaannya bertambah saat menghadap sang ayah. Konflik batin tersebut akan terus bergejolak.
2.    Pembahasan
a.    Tokoh dan Penokohan dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Tokoh dan penokohan pada novel “Amangkurat” dihadirkan mealui beberapa teknik, tokoh Tejoningrat dan Amangkurat merupakan tokoh utama atau tokoh sentral cerita. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herman J. Waluyo (2002: 168) bahwa tokoh sentral atau tokoh utama adalah tokoh yang mendominasi jalannya cerita baik dalam bentuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis.
Kedua tokoh tersebut memiliki karakter yang berbeda, Amangkurat yang penindas, kejam, pemarah, sedangkan Tejoningrat selalu mendapatkan bentuk kekejaman dan kemarahan dari Amangkurat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herman J. Waluyo (2002: 168) bahwa tokoh sentral atau tokoh utama adalah tokoh yang mendominasi jalannya cerita baik dalam bentuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis.
Pengenalan tokoh dan penokohan disajikan secara berbeda, hal ini dilakukah pengaranag untuk memunculkan estetis pada karya sastra. Hal tersebut senada dengan pendapat Suwardi Endraswara (2008: 185) bahwa pengarang sengaja menghadirkan perwatakan tokoh dengan memukau sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pembacanya. Lebih lanjut Nugraheni Eko Wardani (2009: 40-41) bahwa tokoh dalam cerita dapat dihadirkan dalam berbagai dimensi maupun berbagai karakter serta diungkap dari berbagai sisi kehidupannya yang disebut dengan watak kompleks (tokoh bulat).
Pengenalan tokoh dalam novel “Amangkurat” ini mempergunakan teknik analitis (teknik langsung) dan teknik tak langsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2010: 195-211) teknik langsung atau analitis (teknik ekpositori) yaitu cara melukiskan tokoh dengan deskripsi. Teknik tak langsung merupakan pelukisan dengan teknik dramatik yang diterapkan pada dialog antar tokoh, tingkah laku, pikiran, perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, pelukisan latar, dan pelukisan fisik.
Berdasarkan ulasan di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa pada novel “Amangkurat”, tokoh Tejoningrat dan Amangkurat merupakan tokoh utama atau tokoh sentral cerita. Kedua tokoh tersebut memiliki karakter yang berbeda, Amangkurat yang penindas, kejam, pemarah, sedangkan Tejoningrat selalu mendapatkan bentuk kekejaman dan kemarahan dari Amangkurat. Pengenalan tokoh dalam novel “Amangkurat” ini mempergunakan teknik analitis (teknik langsung) dan teknik tak langsung.
b.   Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Konflik batin merupakan konflik dalam diri pribadi yang diderita oleh seseorang yang tengah menghadapi pertentangan dalam dirinya karena adanya pilihan-pilihan yang harus segera diselesaikan sehingga jiwanya tidak mengalami perpecahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Agus Sujanto, dkk (2006: 12) bahwa konflik batin merupakan suatu perbuatan yang terlalu sering dilakukan yang bertentangan dengan suara batin, di dalam kehidupan yang sadar, pertentangan tersebut akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, sehingga di dalamnya akan selalu dirasakan konflik-konflik jiwa.
Konflik batin yang diderita oleh Tejoningrat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri yang dapat berupa perasaan, nafsu, serta berbagai hal-hal yang ada pada dirinya. Novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna ini mengetengahkan lebih dari satu konflik batin yang dialami oleh tokoh Tejoningrat. Faktor dari luar yang mempengaruhi konflik batin berupa segala sesuatu yang berada di luar pribadi Tejoningrat, faktor dari luar tersebut seperti orang lain, lingkungan, serta segala hal yang berada diluar tubuhnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Purwa Atmaja Prawira (2012: 346-347) yang menyatakan bahwa penyebab permasalahan tersebut adalah faktor dari dalam dan dari luar individu. Faktor dalam berupa segala sesuatu yang telah dibawa sejak lahir, baik faktor fisik maupun mental. Sedangkan faktor luar berupa segala sesuatu yang berada di luar individu atau disebut lingkungan.
Dari ulasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa konflik batin yang diderita oleh Tejoningrat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri yang dapat berupa perasaan, nafsu, serta berbagai hal-hal yang ada pada dirinya. Novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna ini mengetengahkan lebih dari satu konflik batin yang dialami oleh tokoh Tejoningrat. Faktor dari luar yang mempengaruhi konflik batin berupa segala sesuatu yang berada di luar pribadi Tejoningrat, faktor dari luar tersebut seperti orang lain, lingkungan, serta segala hal yang berada diluar tubuhnya.
c.    Klimaks dan Penyelesaian Konflik Batin Tokoh Tejoningrat dalam Novel “Amangkurat” Karya Ardian Kresna
Konflik batin yang diderita oleh Tejoningrat terjadi karena pengaruh dari dalam dan dari luar dirinya. Konflik tersebut memliki puncak konflik yang berupa klimaks. Seperti pada saat Tejoningrat yang mengalami konflik batin antara menolak lamaran dan kemarahan Amangkurat terhadap penolakan tersebut hingga mengancam kedudukan Tejoningrat sebagai putra mahkota. Bentuk puncak dari kekhawatiran tersebut berupa rasa takut yang diderita Tejoningrat. Setiap konflik pasti mengalami klimaks, karena novel “Amangkurat” ini menyajikan lebih dari satu konflik batin, maka setiap konflik tersebut memiliki klimaks masing-masing. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2010: 127) bahwa konflik yang dihadirkan dalam cerita novel baik konflik utama maupun konflik pendukung memiliki klimaks masing-masing.
Konflik batin yang diderita oleh Tejoningrat harus dipecahkan dengan menguatkan batinnya agar segera terselesaikan konflik-konflik tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus Sujanto, dkk (2006: 12-13) bahwa fungsi batin atau hati nurani manusia dalam kehidupan sehari-hari yang kerap menimbulkan berbagai konflik batin yaitu: (1) Batin berfungsi sebagai hakim yang adil apabila didalam kehidupan manusia itu mengalami konflik, pertentangan atau keragu-raguan di dalam, batin akan bertindak tentang sesuatu sehinnga batin akan berperan memberikan keadilan; (2) Batin berfungsi sebagai pengontrol yang kritis karena  manusia harus bertindak menurut batas-batas tertentu, sehingga batin inilah yang memungkinkan dapat atau tidaknya rasa tanggung jawab pada pribadi seseorang. Batin pula yang mendorong manusia untuk segera meminta maaf apabila bertindak tidak benar; (3) Batin berfungsi sebagai alat pembimbing, fungsi batin adalah sebagai pembawa pribadi yang mudah dikenali oleh masyarakat. Sehingga masyarakat akan mengenali diri pribadi yang bertanggungjawab, disiplin, konsekwen, adil, dan sebagainya. Sehinnga pribadi tersebut akan menumbuhkan wibawa pada diri seseorang.
Konflik batin pada tokoh Tejoningrat dalam novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna tersebut akan menjadi rangkaian konflik hingga menghasilkan gambarkan sebagai berikut.


Gambar  Konflik Batin Tokoh Tejoningrat
Gambar di atas menunjukkan bahwa dari titik (A) dikenalkan konflik pertama dengan klimaks {Aa}, konflik yang tidak terselesaikan dengan tuntas tersebut kemudian memancing konflik baru yaitu yaitu (B) dengan klimaks {Bb}, kemudian muncul konflik (C) dengan klimaks {Cc}, dan pada titik (D) merupakan penyelesaian atau akhir dari seluruh konflik batin Tejoningrat yang telah mendasarkan batinnya sebagai hakim yang adil, batin sebagai pengontrol yang kritis, serta batin sebagai alat pembimbing.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik batin tokoh Tejoningrat yang dihadirkan dalam cerita novel “Amangkurat” merupakan konflik batin yang sesuai dengan kehidupan manusia. Peneliti menggunakan teori fungsi batin (batin sebagai hakim yang adil, batin sebagai pengontrol yang kritis, dan batin sebagai alat pembimbing) yang dapat dipakai dalam penelitian, menunjukkan bahwa penerapan aspek psikologi dalam novel ini sesuai dengan teori psikologi kepribadian, utamanya yang berhubungan dengan konflik batin. Penggunaan teori yang tidak sesuai merupakan sebuah cara pengarang dalam menghadirkan sebuah konfliks sehingga konflik-konflik yang tidak sesuai dengan teori fungsi batin tersebut dapat menarik pembaca.
E.     Simpulan dan Saran
1.    Simpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna pada aspek tokoh dan penokohan, konflik batin tokoh, serta klimaks dan penyelesaian konflik batin tokoh, maka hasil analisis peneliti dapat disimpulkan bahwa pengarang menyajikan tokoh dan penokohan menggunakan dua cara, yaitu metode analitis (metode langsung) dan  metode tidak langsung (metode peragaan atau metode metode dramatisasi). Tejoningrat merupakan tokoh utama protagonis, sedangkan tokoh Amangkurat tokoh utama Antagonis. Kedua tokoh tersebut yang  mendominasi cerita dalam novel, tokoh tambahannya terdiri dari tiga puluh lima tokoh.
Konflik batin tokoh Tejoningrat dalam cerita novel dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri tokoh maupun faktor-faktor dari luar tokoh. Konflik batin tokoh Tejoningrat dalam cerita novel “Amangkurat” sesuai dengan kehidupan manusia. Peneliti menggunakan teori fungsi batin (batin sebagai hakim yang adil, batin sebagai pengontrol yang kritis, dan batin sebagai alat pembimbing) yang dapat dipakai dalam penelitian, menunjukkan bahwa penerapan aspek psikologi dalam novel ini sesuai dengan psikologi kepribadian yang berhubungan dengan konflik batin.
Penelitian ini merupakan penelitian psikologi sastra. Teori-teori yang dipergunakan adalah teori kesastraan untuk menganalisis tokoh dan penokohan pada cerita novel, serta teori-teori psikologi kepribadian untuk menganalisis konflik batin tokoh Tejoningrat. Penggunaan ilmu psikologi dalam penelitian ini tidak merubah atau mempengaruhi cerita novel, penggunaan teori-teori psikologi dipergunakan mengetahui penggunaan ilmu psikologi dalam sebuah karya sastra sehingga terbentuk teori psikologi sastra. Penerapan teori konflik batin pada novel “Amangkurat” tidak seluruhnya sesuai dengan teori konflik batin pada ilmu psikologi. Hal ini dikarenakan penggunaan teori konflik batin pada novel “Amangkurat” untuk membangun konflik sehingga cerita novel menjadi menarik.
2.    Saran
Penulis berharap penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca karena itu dirasa perlu juga pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran. Bagi guru atau pendidik, hendaknya memberikan atau merekomendasikan bacaan, khususnya novel yang dapat memberikan pandangan atau inspirasi dalam memahami nilai sebuah perjuangan, sehingga dapat memotivasi bagi para siswa. Bagi pembaca, novel “Amangkurat” karya Ardian Kresna, diharapkan bisa menyaring hal-hal yang positif berdasarkan sajian fakta-fakta yang menarik serta mengenal sejarah kerajaan Mataram. Riset sejarah tentang sejarah kerajaan beserta kehidupan penghuninya merupakan catatan peristiwa masa lampau yang dapat dijadikan catatan peristiwa atau informasi yang menarik tentang kebudayaan kerajaan yang pernah berkuasa di Indonesia. Bagi pembaca laporan penelitian ini, hendaknya dapat menambah wawasan baru dalam bidang penelitian sastra, khususnya penelitian kepribadian tokoh yang berhubungan dengan konflik batin.


Daftar Pustaka
Agus Sujanto, dkk. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara.

Albertine Minderop. 2011. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Ardian Kresna. 2012. Amangkurat. Yogyakarta: Diva Press.

Atar Semi. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Burhan Nurgiantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Faruk. 2012. Metode Penelitian Satra Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Herman J. Waluyo. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widya Sari Press.

Melani Budianta, dkk. 2008. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Indonesia Tera.

Nugraheni Eko Wardani. 2009. Makna Totalitas Dalam Karya Sastra. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.

Nyoman Kutha Ratna. 2007. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

__________. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwa Atmaja Prawira. 2012. Psikologi Umum Dengan Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Purwadi. 2008. Babad Giyanti Konflik Kerajaan Mataram Menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Yogyakarta: Media Abadi.

Retno Purwandari dan Qoni’ah. 2012. Buku Pintar Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Familia.

Rohadi Wicaksono. 2007. Konflik Batin, (online). (http://rohadieducation.wordpress.com/2007/09/12/konflik-batin/, diakses 15 Maret 2013).

Stanton, Robert. 1965. Teori Fiksi. Terjemahan oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al-Irsyad. 2007. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Suwardi Endraswara. 2008.  Metode Penelitian Psikologi Sastra Teori, Langkah dan Penerapannya. Yogyakarta: MedPress.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1977. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. 1990. Jakarta: Gramedia.